Wednesday, May 22, 2019

Fatwa MUI Tentang Sastra Islam

Bertepatan dengan tanggal 20 Mei 2019 kemaren aku dan teman blogger kembali hadir di acaranya Road To Rakornas FGD Tentang Sastra Islam dengan para moderator yang pakar dibidangnya.

Drs.H.Zainut Tauhid Sa'adi M.Si wakil ketua Umum MUI menyatakan diskusi ini membahas tentang sastra Islam yang nantinya akan diangkat lagi kedalam forum yang lebih besar dan harapannya bisa memberi nilai-nilai moral agama dalam bermasyarakat, itu kata sambutan dari Bapak Ketua Umum MUI dan ditandai dengan dibukanya acara.

Dalam sastra sekuler bahwa sastra puisi tidak perlu diperifikasi halal.
Contoh karya sastra seperti karya sastra Ayu Utami yang selalu membahas seksualitas yang vulgar dan ada juga karya sastra kang Abid yang selalu berisi nilai-nilai moralitas agama, nah dati dua orang sastrawan ini kan mempunyai pembahasan yang berbeda.

Salah satu film yang mengandung sastra Islam misalnya Ayat-Ayat Cinta yang merupakan karya sastra Indonesia yang memiliki nilai mulia dan nilai keagamaan.


Pak Ahmadun Yosi Herfanda seorang sastrawan mengatakan bahwa Buya Hamka pernah berkumpul dan merumuskan apa itu sastra Islam hanya bisa dibuat oleh orang Islam saja, tentu tidak dan contohnya seperti Kahlil Gibran yang dulunya bukan seorang muslim tapi dia selalu menggunakan kata-kata Islam didalam sastranya dan mengandung nilai agama, ternyatakan sastra Islam itu belum tentu dilahirkan dari seorang muslim saja.

Apakah sastra itu bisa diperifikasi halal, apa makruh atau haram.
Sastra sebagai sebuah upaya dan ujungnya baik untuk semua. Sastra memiliki beberapa istilah yaitu sastra Islam disisi lain disebut sastra religius, objek yang dilihat sama tapi defenisinya ada semacam diseleksi tapi belum sampai ke bid'ah.

Sastra itu mendefinisikan masalah nilai-nilai Islam, menyuarakan link-link Islam dan bukan menyuarakan kebebasan kreatifitas yang liberal.

Sastra Islam itu bisa menyenangkan pembaca, mencerahkan pembaca dan makin merasakan nikmatnya bukan menakut-nakuti pembacanya.


Prinsip-prinsip dari sastra :
- tema isinya bagaimana, baik sastra, prosa, maupun puisi.
-membedakan mana Rana estetika sastra, prosa atau puisi tapi isinya sama.
Dari tema misalnya tentang dari dunia Islam seperti tauhid, akhlak, prinsip manusia serta sosial budaya.
-prosa lebih luas untuk penyampaian penggambarannya badan narasi ceritanya lebih luas.
-puisi ada aspek imajinasi dan pencitraan dalam penciptaan sebaiknya kita hindari.

Perkembangan sastra Islam dari aspek penerbitan di Indonesia sangat subur setiap bulan atau tahun terbitlah puisi atau novel. Setiap bulan banyak karya sastra yang diciptakan populer dan tenar tapi tidak semuanya berjalan dengan mulus atau bernasib baik. Bangsa sastra Islam itu besar dan minat bacanya juga besar karena mampu menghibur.

Pakar Satra Dr. Bastian Zulyeno mengatakan kalau sastra Islam di Indonesia sudah ada sejak dulu dan leluhur kita sudah mengajarkannya, sastra itu sebuah karya yang bernuansa Islam atau berunsur Islam, sastra Islam klasik adalah sastra Islam yang lebih kepada sejarah.

Poin dari pembicaraan ini bahwa :
- sastra Islam itu tidak lepas dari sejarah.
- sastra Islam berasal dari Arab
- sastra bukan hanya keindahan tapi lingkupnya di syariah dan juga di akhlak
- sastra itu adab tapi keindahan yang mengandung nilai-nilai islami
- sastra tumbuh dan berkembang  di seluruh masyarakat.

Itulah rangkaian acara Road To Rakornas yang membahas masalah sastra Islam, selanjutnya acarapun ditutup dengan berbuka puasa bersama dan sholat berjamaah.


No comments:

Post a Comment